iklan

Senin, 19 Desember 2011

MENGAPA PERTAMBANGAN ?

Pengantar
Sebelum membaca tulisan ini, pejamkan mata sesaat dan bayangkan hidup tanpa listrik: aktivitas manusia tentunya sangat terganggu. Kemacetan dijalan, transaksi perbankan berhenti, kegiatan rumah-tangga terganggu, dan lain sebagainya. Prinsipnya hampir semua aktivitas terganggu andai tiada listrik. Black-out di California tahun 2001 sangat tepat menggambarkan hal ini dengan kerugian ditaksir jutaan dollar. Didalam negeri, pemadaman listrik bergilir beberapa waktu lalu diberbagai wilayah Jawa akibat terganggunya pasokan batubara pembangkit listrik Suralaya, merupakan contoh serupa. Lalu, darimana kebutuhan listrik dipasok ? Hampir 65% (tahun 2003) kebutuhan listrik dunia dipasok dari produk industri pertambangan: minyak, gas dan batubara. Untuk dalam negeri rasio ini menjadi sekitar 80% (tahun 2001).
Apa itu industri pertambangan ? Pertambangan adalah industri yang mengolah sumberdaya alam dengan mengambil dan memproses bahan tambang untuk menghasilkan berbagai produk akhir yang dibutuhkan umat manusia. Bahan tambang digolongkan menjadi tiga: logam seperti emas, tembaga, timah; mineral industri seperti granit, andesit, pasir; dan mineral energi seperti batubara, minyak dan gas. Produk industri ini menjadi input utama berbagai industri hilir. Sadar atau tidak segala disekiling kita terkait dengan produk tambang, mulai dari kebutuhan primer seperti rumah dan energi hingga kebutuhan sekunder, mobil dan peralatan elektronik. Mengingat peranannya yang penting, selayaknya pertambangan mendapatkan perhatian.
Namun sejak beberapa tahun industri ini mendapat sorotan dari beberapa kelompok masyarakat. Berbagai isu diangkat dengan menyoroti konstribusinya terhadap Pendapatan Domestik Bruto yang kecil dan tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Berbagai isu tersebut diangkat dan dieksploitasi oleh LSM dan kelompok masyarakat tertentu untuk mendiskreditkan citra industri pertambangan dengan tujuan akhir menghentikan kegiatan pertambangan, sementara atau permanen, di Indonesia. Tulisan ini bertujuan menjelaskan mengapa suatu negara memerlukan industri pertambangan dengan harapan memberikan pemahaman lebih baik terhadap industri ini.

Mengapa pertambangan ?
Worldbank (2002) menyimpulkan 56 negara merupakan mining countries dan sebanyak 3.9 milyar manusia terlibat didalam aktivitasnya. Dinegara tersebut pertambangan merupakan salah satu aktivitas ekonomi penting, bahkan sekitar 20 negara ekspor produk tambang berkonstribusi lebih dari 50% nilai total ekspor. Lalu mengapa pertambangan dibutuhkan ? Paling tidak ada tiga alasan mengapa suatu negara mempunyai industri pertambangan. Dua pertimbangan, ekonomi dan geopolitik, diterapkan untuk menjustifikasi keberaadaan industri pertambangan.
Alasan pertama adalah untuk menjamin keamanan pasokan (security of supply) dan keamanan domestik (national security). Ketergantungan suatu negara atas impor produk tambang menjadikan keberlangsungan industri hilirnya rentan untuk terganggu dan berpotensi melemahkan posisi tawar negara tersebut. Untuk menjaga terjamin proses industri hilir dengan menjaga pasokan inputnya berupa produk tambang, beberapa negara mengurangi rasio ketergantungan atas impor dengan membuka atau mempertahankan industri pertambangan dalam negeri, bahkan terkadang dengan biaya tinggi. Pertambangan batubara di Jerman, misalnya, tetap dipertahankan dengan subsidi sangat besar akibat biaya operasinya tidak lagi menutup keuntungan. Afrika Selatan bahkan beberapa kali mendevaluasi mata-uang (Rand) saat harga bahan tambang rendah untuk menjaga agar industri pertambangan dapat bertahan dengan membuat produk tambangnya tetap kompetitif.
Dilain pihak dengan pertimbangan keamanan domestik, Amerika melindungi pertambangan batubara dan minyaknya meski mendapatkan tekanan dari negara lain akibat walk-out dikonferensi untuk meratifikasi protokol Kyoto. Dengan alasan yang sama, dengan dasar Strategic and Materials Stockpilling Act 1946, Amerika selain melakukan strategi penambangan di domestik juga melakukan strategi pencadangan (security of stock) beberapa mineral penting sebesar 6 hingga 12 bulan tingkat konsumsi domestik.
Alasan kedua adalah untuk sumber pendapatan negara. Beberapa negara membuka industri pertambangan dalam upaya membiayai kegiatan pembangunan dengan memanfaatkan pendapatan dari ekspor bahan tambang (foreign-exchange earning policy) dan/atau pajak pertambangan (fiscal income policy). Kajian Eggert Roderic (2001) menunjukan ada 34 negara, terutama negara berkembang dan transisi, yang mempunyai tingkat nilai ekpor bahan tambang mencapai 25% atau lebih dari total nilai ekspor negara tersebut. Bahkan karena tidak mempunyai kekayaan alam lain yang potential, Nigeria, Algeria atau Saudi Arabia sekitar 90% pendapatannya berasal dari ekspor minyak. Hal yang sama Zambia dan Nigeria dimana sekitar 70% pendapatannya ditopang oleh ekspor logam.
Dengan adanya industri pertambangan, negara memperoleh manfaat berupa rente ekonomi dari pajak yang dibayar perusahaan atas dieksploitasinya bahan tambangnya. Tergantung dari intensitas strategi pajak yang diterapkan, namun negara seperti Indonesia, Mexico dan Papua New Guinea mempunyai tingkat pajak efektif (effective tax rate) sekitar 60% untuk industri pertambangan emas. Hasil dari pajak ini yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan pembangunan.
Alasan ketiga adalah untuk peningkatan tingkat kualitas hidup manusia. Chile berhasil meningkatkan kualitas hidup penduduk, dimana saat ini digolongkan sebagai salah satu negara yang mempunyai Index Pembangunan Manusia tinggi (Human Develoment Index,UNDP,2001), dalam waktu singkat setelah berhasil melakukan reformasi industri pertambangannya dalam empat program: reform of legal and fiscal of mining regulation, reform of public mining institution, encouraging medium and small scale mines dan environmental concern. Contoh lain, diawal dekade 80, tambang bijih besi Carajas dibuka dengan biaya investasi terbesar dalam sejarah pertambangan dunia (3500 juta dollar), dimana sebagai besar investasi digunakan untuk membangun rel kereta api sepanjang 900 km membelah pedalaman hutan Amazon, Brazil. Pemerintah Brazil kala itu menjadikan dirinya sebagai jaminan agar dapat mendapatkan pinjaman modal untuk membuka tambang. Kini, selain mendapatkan keuntungan dari rente ekonomi pertambangan tersebut, demikian pula mendapatkan manfaat besar berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat pedalaman Amazon akibat terbukanya isolasi tersebut. 

Penutup
Penjelasan diatas memberikan gambaran manfaat positif industri pertambangan, namun industri ini, seperti juga industri lain, berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti pelanggaran ham, pengingkaran keberadaan tanah adat/ulayat, pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan. Karena itu dieksploitasinya kekayaan mineral tentu saja bukan syarat cukup bahkan mungkin bukan pula syarat utama untuk berhasilnya pembangunan suatu bangsa. Fakta memperlihatkan tidak sedikit negara yang mengeksploitasi kekayaan mineral memberikan dampak negatif dengan menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara dibandingkan sebelum bahan tambang dieksploitasi. Seperti yang dialami Belanda misalnya di dekade 70-an saat mengekploitasi potensi migas di Laut Utara, yang kemudian dikenal sebagai fenomena Dutch Desease, ataupun Zambia dimana adanya pertambangan tembaga telah memicu konflik domestik dan keuntungan pertambangan ini digunakan untuk perperangan.
Walau demikian industri ini tetap berpotensi memainkan peran penting dalam meningkatkan kemakmuran suatu bangsa. Peran industri ini tidak semata dipandang dari aspek ekonomi namun aspek geopolitik harus pula menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu upaya kelompok tertentu untuk menghentikan pertambangan di Indonesia dengan pertimbangan konstribusi terhadap PDB yang kecil bukankah suatu solusi yang tepat secara perspektif jangka panjang. Aspek geopolitik seperti keamanan pasokan (security of supply) dan keamanan domestik (national securit) perlu pula mendapat perhatian. Disamping itu kerjasama yang erat seluruh stakeholder pertambangan Indonesia lebih dibutuhkan agar kekayaaan bahan tambang yang dimiliki bangsa ini dapat dimanfaatkan dan dikelola secara lebih baik dan bijaksana serta dapat menjadi modal untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar